Ambon, BM – Dalam rangka mensukseskan program “Maluku Terang”, maka Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku, dibawah pimpinan Kepala Dinas, Said Latupono, diminta untuk membuat Peta Rencana Pembangunan Energi Terbaharukan (PRPET) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Tujuannya, agar dimana saja lokasi yang akan ditawarkan kepada investor yang akan berinvestasi bidang energi, dapat mengetahui secara jelas.
“Kalau ini tidak ada, maka nanti kita sendiri yang susah untuk mendatangkan investasi bidang energi terbaharukan di Provinsi Maluku. Makanya saya selalu berpikir untuk membuat Blue Print untuk rencana tersebut,” demikian dikatakan Ketua Tim Percepatan Pembangunan (TGPP) Maluku, Hadi Basalamah, saat membuat kesimpulan dari pertemuan bersama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku, Kabupaten Buru, Kota Ambon dan Tual, dengan PT. UPC Renewables Indonesia, yang berlangsung Selasa (28/06/20220 di Warung Katong, Waihaong, Kota Ambon.
Selain itu, lanjut Hadi, Biro Pemerintahan juga diminta untuk segera Menyusun draft, sesuai dengan narasi hukum yang representasi dan tidak bertentangan dengan aturan hukum lainnya, yang berkaitan dengan Memorandum of Understanding, antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan PT. UPC Renewables Indonesia, dengan mencantumkan salah satu klausul MoUnya yakni melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Maluku Energi Abadi (MEA).
“PT.MEA merupakan representasi BUMD di Provinsi Maluku, dimana harus dilibatkan dalam implementasi program pembangunan dimaksud,” ujar Hadi.
Tidak hanya itu, pertemuan yang berlangsung kurang lebih tiga jam tersebut juga menyimpulkan, agar Dinas ESDM Maluku melalui programnya energi terbaharukan, juga perlu mengkaji berdasarkan kewenangannya Pemerintah Provinsi Maluku, yang berdasar pada Undang-Undang yang ada, apakah 10 megawatt menjadi kewenangan Provinsi.
Hal ini, kata Hadi, juga perlu dilakukan untuk nantinya dimuat sebagai salah satu klausul dalam narasi MoU nantinya, sehingga produk hukumnya jelas, dimana keberpihakan antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan Pemerintah Pusat di Jakarta, tanggung jawabnya apa saja.
Dikatakannya, energi terbarukan merupakan program pemerintah pusat, hingga provinsi Maluku, dimana dengan hadirnya program ini, akan lebih mengefisiensikan yang berkaitan dengan biaya pemanfaatan yang tadi sudah diskusikan nilainya Rp.4ribu perKWH, menjadi Rp.2ribu.
“Disini ada efisiensi anggaran 50 persen lebih murah, dimana manfaatnya akan benar-benar bisa dirasakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat di Maluku,” tandasnya.
Hadi juga berkata, dengan adanya project ini, maka PT. UPC Renewables Indonesia bersama Pemerintah, bisa memprioritaskan 100 persen tenaga kerja asal Provinsi Maluku.
“Jadi 100 persen tenaga kerja berasal dari Provinsi Maluku,” ucapnya.
Tidak hanya itu, dalam pertemuan tersebut, juga membahas soal realisasi lanjutan dari pertemuan ini.
“Kita target paling lama satu bulan dari sekarang, dimana grand desainnya sudah ada, dimana nantinya dalam waktu dekat akan diadakan pertemuan lagi, yang mana dalam pertemuan nantinya, Kadis ESDM Maluku, Said Latupono sudah bisa mempresentasikan dimana saja PT. UPC Rewenables akan masuk, agar nantinya dicantumkan dalam MoU, yang nantinya akan disampaikan ke Pak Gubernur Maluku, untuk diketahui. Sebab kita yang mengambil Langkah, kita pula yang harus menyampaikannya ke Gubernur Maluku, dimana ini jalan yang paling cepat untuk kemajuan Maluku,” tutupnya.
Untuk diketahui, pertemuan antara Pemprov Maluku dengan PT. UPC Rewenables Indonesia yang berlangsung di Warung Katong, Waihaong, merupakan tindak lanjut dari pertemuan tanggal 17 Februari 2022 melalui Zoom, terkait dengan pembahasan pengembangan proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan, pada tiga lokasi yang telah disurvei yakni Kabupaten Buru, Kota Ambon dan Kota Tual. (KRI)
Komentar