Ambon, BM – Gubernur Maluku Irjen Pol (Purn) Drs. Murad Ismail menghadiri langsung puncak perayaan hari Lingkungan Hidup yang diprakarsai oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku yang bertempat di Halaman Islamic Center, Waihaong, Kota Ambon, Selasa (11/07/2023).
Hadir pada kesempatan tersebut, Forkopimda Provinsi Maluku, Pimpinan OPD Lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku, Perwakilan pemerintah Kota Ambon, Para Penerima Penghargaan, Para Penerima Bantuan serta undangan lainnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc dalam sambutannya yang dibacakan Gubernur Murad mengatakan, Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diselenggarakan setiap tanggal 5 Juni dengan mengusung tema Solusi untuk Polusi Plastik, peringatan ini dimulai ketika Majelis Umum PBB tahun 1972 menetapkan 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada saat Konferensi Stockholm.
Polusi plastic, Kata Gubernur Murad, merupakan ancaman nyata yang berdampak pada setiap komunitas di seluruh dunia. Diproyeksikan oleh UNEP bahwa pada Tahun 2040 akan terdapat 29 juta ton plastik masuk ke ekosistem perairan.
Melalui Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023, saya menyerukan semua stakeholders, untuk bersamasama menemukan dan memperjuangkan solusi untuk polusi plastik ini, tegasnya.
Perlu diketahui, sejarah mengukir terdapat 175 perwakilan dari Negara-Negara di dunia bertempat di Nairobi, Kenya telah terjadi pada sisi kelima United Nations Environment Assembly (UNEA-5.2) pada 2 Maret 2022, mereka menyatakan dukungannya terhadap kesepakatan internasional untuk mengakhiri polusi plastik.
Resolusi yang diadopsi tersebut disebut sebagai “Resolusi Polusi Plastik” (Plastic Pollution Resolution) dan secara spesifik membahas soal penanggulangan polusi plastik dalam satu siklus penuh, mulai dari sumbernya sampai ketika berakhir di laut.
“Diproyeksikan perumusan rancangan perjanjian global yang mengikat secara hukum dengan target rampung di akhir tahun 2024,” kata Gubernur.
Untuk diketahui, Resolusi Plastik ini merupakan langkah besar dalam upaya dunia memerangi polusi plastik, mengingat semakin mengkhawatirkannya permasalahan plastik yang ikut berperan dalam tiga jenis krisis yang melanda planet kita: perubahan iklim, kehilangan biodiversitas, serta polusi.
“Jadi, Resolusi ini sekaligus menunjukkan komitmen dunia yang bersungguh-sungguh dalam mengatasi permasalahan plastik. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh setiap negara, dan kita tidak punya banyak waktu. Solusinya ada di tangan kita, sejumlah solusi bahkan sudah dan sedang dijalankan. Sisanya tergantung pada kemauan dan komitmen kita,” tuturnya.
Dengan ilmu pengetahuan dan solusi yang tersedia untuk mengatasi masalah ini, pemerintah, pelaku bisnis, dan pemangku kepentingan lainnya harus meningkatkan dan mempercepat tindakan untuk mengatasi krisis ini.
Bulan lalu UNEP menerbitkan laporan “Turning off the Tap: How the world can end plastic pollution and create a circular economy”. Laporan ini mengkaji model ekonomi dan bisnis yang diperlukan untuk mengatasi dampak ekonomi plastik. Laporan tersebut mengusulkan perubahan sistem untuk mengatasi penyebab polusi plastic.
Hal ini dapat dicapai dengan mempercepat tiga perubahan utama penggunaan kembali, daur ulang, serta reorientasi dan diversifikasi (Reuse, Recycle, and Reorient and Diversify) dan tindakan untuk menangani polusi plastik.
Laporan UNEP tersebut juga menyoroti pentingnya mempercepat pasar daur ulang untuk daur ulang 6 | (recycle) plastik dengan memastikan bahwa daur ulang menjadi usaha yang lebih menguntungkan. Reorientasi dan diversifikasi mengacu pada pergeseran pasar menuju alternatif plastik berkelanjutan, yang akan membutuhkan pergeseran permintaan konsumen, kerangka peraturan, dan biaya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, di tahun 2022 Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah dan sekitar 18,5% diantaranya berupa sampah plastik. Pemerintah terus mengupayakan pengurangan sampah plastik.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah telah melakukan berbagai pengaturan diantaranya penerbitan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan PP 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik serta regulasi turunannya yang mengatur penanganan sampah mulai dari hulu sampai hilir, yang diberlakukan baik pada produsen, masyarakat umum, maupun pada pemerintah daerah.
Dalam konteks pengurangan sampah oleh produsen, produsen dalam menjalankan usahanya menghasilkan sampah kemasan yang berdampak pada kelestarian lingkungan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam UU No. 18/2008, produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai sulit terurai oleh proses alam. Produsen pada sektor Manufaktur, Ritel dan Jasa Makanan dan Minuman wajib melakukan pengurangan sampah yang berasal dari Produk, Wadah dan/atau Kemasan melalui pendekatan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), yang dituangkan Dokumen Perencanaan Pengurangan Sampah Kemasannya, dimana implementasinya dilakukan secara bertahap, diharapkan pada tahun 2029 produsen dapat mengurangi sampah wadah/kemasannya sebesar 30% sehingga hal ini dapat mendorong tumbuhnya bisnis berkelanjutan dan ekonomi sirkuler di Indonesia.
Pada akhir tahun 2029 beberapa jenis plastik sekali pakai akan di phase-out, misalnya styrofoam untuk kemasan makanan, alat makan plastik sekali pakai, sedotan plastik, kantong belanja plastik, kemasan multilayer, kemasan berukuran kecil, dan lain-lain.
Hal ini sebagai upaya mengatasi sampah dari wadah/kemasan yang sulit dikumpulkan, tidak bernilai ekonomis dan sulit didaur ulang, serta menghindari potensi cemaran dari wadah/kemasan berbahan PVC dan PS.
Pemerintah menargetkan bisa mengurangi sampah sebesar 30% di tahun 2025 dan dapat menangani tumpukan sampah sebelum ada kebijakan ini sebesar 70% pada 2025. KLHK terus mendorong pemerintah daerah untuk memiliki kebijakan dan strategi penanganan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke pemrosesan akhir sampah.
Sejak 2015, yang didorong oleh para aktivis dan komunitas. Hingga saat ini kita menuju pengelolaan sampah yang berkelanjutan, praktik ekonomi sirkular. Circular economy atau ekonomi sirkular disini tidak hanya sekadar daur ulang sampah. Ekonomi sirkular adalah konsep memaksimalkan nilai penggunaan suatu produk dan komponennya secara berulang, sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang (resource efficiency).
Dalam konteks pengelolaan sampah, praktik sirkular ekonomi bisa diwujudkan melalui praktik pengurangan sampah, desain ulang, penggunaan kembali, produksi ulang, dan daur ulang secara langsung. Hal ini dicapai melalui transfer teknologi dan penerapan model bisnis baru. Ekonomi sirkular pada tingkatan produsen atau badan usaha telah dimulai dengan menerapkan Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas atau Extended Producer Responsibility (EPR).
Hingga Desember 2022, sebanyak 15 badan usaha telah menerapkan EPR dengan jumlah sampah terkurangi sebesar 1.145,5 ton. Pemerintah juga tengah melakukan pendampingan teknis peta jalan pengurangan sampah pada 353 badan usaha.
Selain penerapan EPR pada tingkat produsen/badan usaha, potensi ekonomi sirkular juga terdapat pada tingkatan masyarakat. Terdapat 14.457 unit bank sampah dengan jumlah nasabah sebanyak 403.197 orang dengan sampah terkelola rata-rata 460.554,46 ton/tahun. Nilai ekonomi dari tingkatan ini diperkirakan mencapai 5,1 miliar rupiah.
Pada tingkatan industri, jumlah sampah yang telah terkelola misalnya pada 36 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) mencapai 27.886 ton, kemudian pada 75 rumah kompos sebanyak 16.105 ton, pada 22 Pusar Daur Ulang (PDU) diperkirakan 18.689 ton/hari. Selain itu, sampah yang terkelola dengan jumlah yang besar juga terdapat pada suatu fasilitas RDF dengan jumlah kelola sampah sebesar 50.804 ton.
Kemudian pada 2 fasilitas ITF dengan 6.036 ton, serta pada 282 TPS3R sebesar 87.574 ton. Pada sektor informal, pekerja yang mencari dan mengumpulkan sampah atau pemulung diperkirakan dapat mengelola sampah sebanyak 10-20 kg/hari/orang.
Sedangkan pada tingkatan pengepul, dapat mengelola sampah 200-700 kg/hari. Kewirausahaan sosial-pun memanfaatkan sampah dalam bisnis usahanya. Terdapat 176 mitra yang ratarata dapat mengelola 50 ton sampah setiap bulannya.
“Sebagai negara dengan kearifan lokal yang tinggi, mari kita hidupkan kembali dan tanamkan pengetahuan dan pendekatan modern inovatif menuju negara yang lebih bersih, hijau dan bebas plastik. Sebagai bagian dari perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2023, mari kita lakukan pembersihan plastik di pantai-pantai, kawasan konservasi,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Drs. Roy Siauta, M.Si mengatakan, Penyelengaraan Hari Lingkungan Hidup sedunia tahun 2023 di Provinsi Maluku dimulai dengan beberapa rangkaian kegiatan diantaranya Cosatal Clean Up (Pembersihan pesisir pantai) dilakukan didua lokasi yakni dibawah Jembatan Merah Puti dan Negeri Rumatiga.
Dari hasil Cosatal Clean Up pada 2 lokasi tersebut pihaknya menjaring sampah hampir 4 Ton.
Perlu diketahui, rangkaian yang dilakukan selai dilakukan Cosatal Clean Up pihaknya juga melakukan sosialisasi yang ditujukan keppada masyarakat dan pelaku usaha yang berada di Kota Ambon.
Saat ini, lanjut Siauta, pihaknya sementara melakukan pemasangan alat little traps sampah buatan Clean rivers yang meruapakn Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Maluku dan salah satu NGO tersebut yang ditempatkan di Wae Batugantung dan Wae Batu Merah dan direncanakan besoak akan dipasankan di Wae Batugajah.
Tujuan dari pemasangan alat tersebut adalah bagaimana memberikan pemahaman kepada masyarakat sehingga mereka bisa sadar bagaiman cara pengelola sampah, terang Siauta.
“Sampah-sampah yang terbanyak dikota Ambon didapat dari masyarakat itu sendiri, yang berada diskitar pantai Teluk Ambon dan sungai-sungai dan kita juga akan mengikuti arahan Bapak Gubernur Supaya dipasar mardika juga ditempatkan alat produksi sampah agar sampah yang terdapat diperairan di pasar tidak terbawah arus,” tutup Siauta. (BM-03)
Komentar