Ambon, BM – Penyataan yang dilontarkan Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary, terkait adanya temuan dana hibah Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Provinsi Maluku tahun 2022 yang berjumlah Rp. 2,5 miliar fiktif, serta diduga politisi PDI Perjuangan itu menyebut pengelolaan dana hibah tersebut dikelola Ketua Kwarda Maluku, Widya Pratiwi Murad dan bendahara Ritha Hayat, mengakibatkan wakil rakyat dapil Seram Bagian Barat itu dilaporkan ke Polda Maluku, Sabtu (22/07/2023) sore tadi.
Para pelapor yang menyambanhi kantor Polda Maluku di Tantui itu, datang secara beramai-ramai. Mereka terdiri dari unsur tokoh pemuda, DPD KNPI Maluku, tokoh masyarakat, tokoh adat dan para Upulatu dari Jazirah Leihitu, yang tujuannya adalah melaporkan Samson Atapary atas pernyataanya yang menurut mereka telah mencemarkan nama baik Widya Pratiwi Murad Ismail.
Selaku kuasa hukum dari para pelapor, Hamid Fakaubun, SH. MH mengatakan, Samson Attapary telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik di depan umum terhadap Widya Pratiwi Murad Ismail yang adalah seorang Ina Latu Maluku atau ibunya orang Maluku.
“Untuk itu kami yang tergabung di dalam berbagai elemen pemuda, masyarakat adat dan tokoh-tokoh perempuan yang ada di sisini bersama-sama, datang untuk melaporkan yang bersangkutan di SPKT Polda Maluku,” kata Hamid kepada wartawan di Polda Maluku.
Ia menyebutkan, pengaduan yang disampaikab ke Polda Maluku itu terkait pencemaran nama baik. Sebab pernyataan yang bersangkutan diruang publik, yang mana telah menggangap Widya Pratiwi Murad Ismail telah melakukan tindakan koruptif, yang nyatanya itu tidak benar, fitnah dan terindikasi ada tendensi seorang Widya Pratiwi Murad Ismail yang tak lain adalah istri dari Gubernur Maluku.
“Kami laporkan yang bersangkutan karena hemat kami itu adalah tindakan yang keji, tindakan yang tidak etik yang dilakukan oleh seorang oknum anggota DPRD maluku. Padahal ada ruang-ruang tertentu yang bisa dipakai oleh seorang anggota DPRD. Tapi sayangnya dia menggunakan media lain untuk mengucapkan ujaran kebencian terhadap Ibunda Widya,” jelasnya.
Menurutnya, setelah memasukan laporan pengaduan tersebut ke SPKT Polda Maluku, pihaknya menanti kepolisian untuk memprosesnya lebih lanjut.
“Kita menunggu pihak cyber dan kami dari beberapa misalkan teman-teman Muhamadiyah Maluku, juga Upu Latu dari Jazirah Leihitu, kami akan di wawancarai untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Karena, kenapa banyak orang yang datang melaporkan. Karena ini, sudah meresahkan masyarakat,” katanya.
Ia menegaskan, sudah menjadi tanggung jawab masyarakat Maluku dari berbagai elemen. Untuk itu, menjadi tanggung jawab semua tokoh, terutama tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan para tokoh adat untuk bersama-sama melaporkan bersangkutan.
“Hemat kami, Widya sudah bagian dari masyarakat Maluku, dia diberi gelar adat sebagai Ina Latu Maluku, maka sudah menjadi tanggung jawab Upulatu, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh perempuan untuk memberikan dukungan kepada Ibu Widya Ismail selaku Ina Latu Maluku. Ini dalam rangka, kita menjaga harkat dan martabat perempuan. Biar perempuan tidak dilecehkan lagi di ruang publik,” tutup Fakaubun yang juga bagian dari perwakilan DPD KNPI Maluku.
Hal senada juga disampaikan tokoh perempuan dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Maluku, Faja Atamimi. Menurutnya, apa yang disampaikan politisi PDI Perjuangan Maluku itu, telah meresahkan pihaknya terutama para perempuan di Maluku.
“Kami merasa kesal dan gelisa, karena Ina Latu Maluku, Widya Pratiwi Murad yang di sebut. Ini belum ada bukti yang nyata. Sehingga, ada perempuan yang dilecehkan dan kami perempuan siap bergerak. Kami sepakat dengan kuasa hukum, kami tidak perlu berbicara banyak. Lihat dilapangan saja nanti,” tandasnya.
Sementara itu, Penjabat Negeri Tial, Haeruddin Tuarita mengaku, sangat terpukul dan sedikit kecewa dengan lembaga terhormat DPRD Provinsi Maluku yang merupakan lembaga representatif dari masyarakat Maluku, sehingga rasa hormat menghormati sesama anak adat itu perlu di jaga.
Meskipun ada kebencian atau ada ketidak sepahaman, namun menurutnya, forum normatif di lembaga itu ada, mekanismenya juga ada dalam menyampaikan pernyataan sesuai dengan mekanisme yang ada.
“Ibu Widya ini nota benenya, Nyora Jazirah Leihitu. Nyora itu kan Nyonya raja, nah bagimana seorang nyora yang merupakan simbol dari kami para Latupati yang ada di Jazirah (Jazirah Leihitu) tentu merasa keberatan. Keberatan itu tidak kami lakukan dengan tindakan yang agak sedikit atraktif, tapi kami melaporkan sesuai mekanisme yang hari ini kami laporkan itu lewat Polda ini. Maka itu, ini menujukan bahwa, marilah kita jaga stabilitas politik yang ada di Maluku ini, karena sebentar lagi kita akan masuk tahun politik,” ungkapnya.
Tuarita menyebut, bagaimana seorang anggota DPRD yang representatif dari partai politik justru membuat kegaduhan. “Kami harap laporan ini ditindaklanjuti agar keresahan masyarakat yang ditimbulkan dari pernyataan ini tidak berlarut-larut, agar tidak mudah terjadi unsur propokatif dari berbagai pihak,” pintanya. (BM-01)
Komentar