Ambon, BM – Setelah aksi unjuk rasa yang dilakukan para tenaga kesehatan (Nakes) RSUD dr. M. Haulussy, pada Senin (18/12/2023), yang berbuntut pada aksi mogok, lantaran belum dibagarkan hak mereka sebesar Rp. 26 miliar, kini muncul masalah baru di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku tersebut, yakni Gedung Rumah Sakit “plat merah” tersebut disegel, Jumat (22/12/2023), pagi.
Penyegelan dilakukan Adolof Gerit Suryaman yang bertindak sebagai kuasa hukum Johannes Tisera alias Buke, yang mengklaim sebagai pemilik lahan diatasnya berdiri gedung RSUD dr. M. Haulussy.
Terlihat banner yang dipasang bertuliskan “tanah seluas 31.880 meter persegi yang diatas berdiri RSUD Haulussy Ambon adalah sah milik Johanis Tisera alias Buke”.
Kepada wartawan, Suryaman menyebutkan, pihaknya sudah lelah dengan sikap Pemprov Maluku yang sudah tiga tahun tak merealisasikan proses ganti rugi kepada pemilik lahan, Johannes Tisera.
“Saya mengambil langkah tegas berupa penyegelan ini tadi pagi dalam bentuk pemasangan pamflet atau banner, dikarenakan janji Pemprov untuk membayar ganti rugi itu sudah sejak tiga tahun lalu, dimana dalam tiga tahun tersebut kita berproses sampai tahun ini tidak pernah ada realisasi. Padahal penganggaran itu sudah ada,” ungkapnya kepada wartawan.
Menurutnya, upaya pemasangan pamflet tersebut dilakukan berdasarkan keputusan lembaga peradilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Saya ambil langkah ini karena objeknya berada di Ambon, biar Pemprov Maluku juga bisa membuka mata bahwa ada kewajiban yang harus dilaksanakannya. Baik itu Gubernur, maupun Sekda, Biro Pemerintahan yang anggarannya ada pada dokumen anggaran mereka, atau pun keuangan sebagai eksekutor dari Pemprov Maluku,” jelasnya.
Ia berkata, besaran ganti rugi yang yang harus dibayarkan Pemprov Maluku, yakni sebesar Rp.31.658,000,-, dimana semuanya itu belum dibayarkan.
Menurutnya, jika disebut salah bayar, itu tidak benar. Sebab, pemerintah bukan orang yang tidak hati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum, dikarenakan setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pemprov Maluku sendiri sudah dikoordinasikan dengan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Ambon lebih awal.
“Di jaman Gubernur sebelumnya, pak Said Assegaff, sudah pernah menyurati ketua PN Ambon dan sudah dibalas juga bahwa, putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, atau inckracht,” katanya.
Lebih jauh dikatakannya, langkah tegas ini diambil karena Pemprov Maluku terlihat tidak tegas, sebagai pihak yang kalah dalam proses peradilan tersebut.
“Dan mereka juga harus legowo dengan putusan ini. Ketika mereka selesaikan, kita tidak ganggu lagi fasilitas pemerintah apalagi dia sebagai objek vital,” tambahnya.
Ia juga membantah, penyegelan yang dilakukan pihaknya menimbulkan terhalangnya pelayanan kesehatan terhadap publik, melainkan buntut dari tuntutan Rp 26 Miliar yang harus dibayarkan manajemen RSUD dr. M. Haulussy kepada para nakes. (BM-05)
Komentar