Ambon, BM – Publik Maluku saat ini tengah ramai membicarakan wacana kepindahan Widya Pratiwi Murad (WPM) dari PDI Perjuangan ke Partai Amanat Nasional. Beragam pendapat tentang wacana ini rupanya berseliweran di berbagai platform sosial media, termasuk publikasi beberapa media lokal di Ambon yang bahkan bernada menyudutkan.
Pendapat mereka beragam, ada yang mengatakan kepindahan Ina Latu Maluku tersebut karena faktor nomor urut Bacaleg di partai sebelumnya, ada yang mengatakan alasannya karena nama beliau tidak diakomodir dalam Bacaleg, dan lain sebagainya.
Apapun itu, dalam alam demokrasi sah-sah saja semua berpendapat. Apalagi Widya Pratiwi Murad adalah tokoh publik yang tengah populer di masyarakat karena gerakan-gerakan perubahannya dan bukan sekedar istri Gubernur Maluku.
Merespon polemik tersebut, Collin Leppuy, salah satu tokoh pemuda Maluku angkat bicara.
Menurutnya, situasi saat ini dimana semua orang ramai-ramai berpendapat tentang wacana kepindahan ibu Widya Pratiwi Murad ke PAN ini sudah tidak wajar bahkan aneh meskipun demokrasi kita membuka ruang seluas-luasnya untuk siapapun boleh berpendapat tentang apapun.
“Sebab fenomena seseorang pindah dari Partai politik satu ke Partai politik lain itu lumrah dan biasa saja dalam politik. ada banyak contohnya dimana seorang politisi pindah dari partai politik satu ke partai politik lain dan tidak dipersoalkan di ruang publik. Lantas, mengapa wacana ibu Widya pindah dari PDIP ke PAN sontak menjadi persoalan di ruang publik seolah-olah ini peristiwa langka yang tak pernah atau tak boleh terjadi bahkan diharamkan dalam politik?,” Tegas Leppuy saat ditemui media ini Senin (17/04/23).
Pentolan UKIM itu menambahkan, bahkan isu yang dihembuskan dari partai politik tertentu dan segelintir elit politik tertentu bahwa ibu Widya berpindah ke partai berlambang matahari terbit itu hanya karena di partai sebelumnya tidak mendapat nomor urut satu dalam daftar caleg yang diusulkan.
Bahkan ada media lokal di Ambon yang memframing bahwa pindahnya ibu Widya ke PAN dikarenakan nama beliau tidak diakomodir dalam daftat Caleg.
“Saya kira pendapat ini terlalu berlebihan, sebab pak Murad Ismail, selain Gubernur, beliau adalah Ketua DPD PDIP Maluku, kewenangan beliau terlalu besar untuk mengamankan ibu Widya dalam daftar Caleg termasuk juga menduduki urut pertama. Jadi tak perlu pakai kacamata kudalah,” jelasnya.
Lebih lanjut Leppuy menerangkan, jadi saya kira tidak mungkin hanya karena alasan remeh temeh seperti itu sontak Ina Latu Maluku itu berpindah perahu politik. Lagipula, sejauh yang saya amati, ibu Widya bukanlah tipikal orang yang punya ambisi besar menjadi Anggota DPR-RI. Beliau diminta oleh masyarakat di berbagai pelosok Maluku untuk maju sebagai Calon Anggota DPR-RI. Jadi pastinya isu murahan seperti masalah nomor urut atau nama beliau tidak diakomodir saya rasa keliru sekali.
“Pasti ada soal yang jauh lebih elementer dan mendasar yang melatari kepindahan ibu Widya ke PAN apabila wacana kepindahan ini pada akhirnya benar. Dan mungkin aspek yang dianggap elementer itu adalah yang tidak bisa ditolerir oleh beliau.Barangkali soal kenyamanan kerja karena beliau adalah tipe pekerja keras dengan konsistensi yang tinggi sehingga membutuhkan kenyamanan bekerja dalam sebuah tim kerja yang solid, atau mungkin ada soal lain yang jauh lebih mendasar. Barangkali orang-orang PDIP dapat menjelaskannya,” terang Leppuy.
Namun apapun itu, rasanya publik tak perlu berpendapat dan berandai-andai terlalu jauh karena seseorang berpindah partai itu fenomena yang biasa saja dalam politik, dan tentu saja dilatari oleh alasan-alasan yang logis bahkan elementer. Dan saya yakin ibu Widya punya alasan tersendiri tentang sikap politik beliau ini apabila wacana ini benar. (BM-01)
Komentar