Ambon, BM – Kurang lebih 7 dari total proyek yang ada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku untuk tahun anggaran 2024, diduga bermasalah. Proyek tersebut merupakan tanggung jawab Bidang Sekolah Menegah Atas (SMK) pada “Dinas Basah” tersebut, Anisa, SE, lantaran ia bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang bertanggung jawab atas pengadaan barang/jasa pemerintah.
Bahkan, taksiran “kebocoran” keuangan daerah dari 7 proyek tersebut berkisar Rp.446.237.950,94, dimana penyebab utama kerugian tersebut terdapat pada kekurangan volume atas pekerjaan masing-masing proyek.
“Terjadinya kerugian atas keuangan daerah akibat kekurangan volume atas paket pekerjaan proyek,” kata sumber media ini di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Senin (27/10/2025).
Sumber yang meminta namanya tidak dipublikasi mengatakan, dari ketujuh proyek tersebut, salah satu pekerjaan yang terindikasi bermasalah dan merugikan keuangan daerah, yakni proyek pembangunan beserta perabotnya pada Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (SMKS) Perikanan Luswed Tual, berkisar Rp.229 juta lebih.
“Untuk tahun anggaran 2024, diduga terjadi kebocoran sebesar Rp. 229.309.574,35 dari proyek SMKS Perikanan Luswed Tual,” ungkap sumber tersebut.
Sumber mengatakan, paket pekerjaan Pembangunan beserta perabotnya pada SMKS Perikanan Luswed Tual, dilaksanakan pihak ketiga berdasarkan perjanjian kontrak nomor 000.3.3/2186 tanggal 17 juli 2024, dengan nilai sebesar Rp. 6.386.675.000,00.
Dalam kontrak tersebut, lanjut sumber, jangka waktu pelaksanaan pekerjaannya terhitung sejak 17 Juli 2024 sampai dengan 13 Desember 2024.
Dalam pelaksanaannya, sumber mengatakan, terdapat perubahan kontrak melalui addendum nomor: 000.3.3/2186/Add-01 tanggal 26 Agustus 2024 perihal perubahan volume pekerjaan tanpa mengubah harga kontrak.
Bahkan dokumen pertanggungjawabannya menunjukan jika pekerjaan tersebut telah selesai dilaksanakan dan sudah diserahterimahkan dari penyedia kepada PPK melalui berita acara serah terima pertama pekerjaan (provisional hand over/PHO) nomor BA PHO/2186/PPPK-DAK/XXI/2024 tanggal 13 Desember 2024.
“Atas dasar PHO tersebut, telah dilakukan pembayaran 100 persen atau sebesar Rp. 6.386,675.000, dari pekerjaan Pembangunan beserta perabotnya pada SMKS Perikanan Luswed Tual,” ungkap sumber.
Ironis, lanjut sumber, kekurangan volume Pembangunan beserta perabotnya pada SMKS Perikanan Luswed Tual, sudah diketahui penyedia/pihak ke tiga. Bahkan sudah dilakukan pembahasan terhadap persoalan tersebut pada tanggal 28 April 2025, dengan kepala bidang SMK dan PPK.
Enam Paket Lainnya Juga Bermasalah
Selain SMKS Perikanan Luswed Tual yang diduga bermasalah dan berdampak terhadap “kebocoran” keuangan daerah, ternyata ada 6 paket proyek atau kegiatan pembangunan lainnya yang ada di Bidang SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku yang juga terindikasi bermasalah.
Menurut sumber, enam paket proyek tersebut tersebar di tiga kabupaten kota, yakni Buru Selatan (3), Buru (1), Seram Bagian Timur (1) dan Kota Tual (1 paket selain SMKS Perikanan Luswed).
Sumber merincikan, tiga proyek SMK di Kabupaten Buru Selatan, yakni Pembangunan beserta perabotnya pada SMK Negeri 2 Buru Selatan dengan nilai kontrak Rp. 6.584.780.000,-, Pembangunan beserta perabotnya SMK 8 Buru Selatan dengan nilai kontrak Rp. 6.392.497.000.- dan Pembangunan beserta perabot dan sanitasinya pada SMK negeri 5 Buru Selatan dengan nilai kontrak Rp. 4.301.700.000.-.
Sedangkan untuk Kabupaten Buru, sumber mengatakan, proyek yang terindikasi bermasalah, yakni proyek Pembangunan beserta perabotnya pada SMK Negeri 1 Buru, dengan nilai kontrak Rp. 6.046.739.000,-.
Sedangkan di Kabupaten Seram Bagian Timur hanya ada 1 paket yang diduga terdapat masalah, yakni Pembangunan beserta perabot pada SMK 8 Seram Bagian Timur dengan nilai kontrak Rp. 4.223.500.000.-.
Sementara untuk 1 paket proyek di Kota Tual, selain proyek pembangunan beserta perabotnya pada Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (SMKS) Perikanan Luswed, yakni proyek pembangunan beserta perabotnya di SMK Negeri 2 Tual, dengan nilai Rp. 3.084.214.000,-.
“Kerugian akibat kekurangan dari enam paket pekerjaan tersebut berjumlah Rp. 216.928.376,59.,” kata sumber media ini.
Semua kerugian tersebut, lanjut sumber, akibat adanya nilai kekurangan pekerjaan yang tidak diselesaikan penyedia.
Terjadinya kebocoran keuangan daerah ini, tentu tidak semata-mata karena menyalahi perjanjian kontrak antara Pihak ke tiga dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku.
Pasalnya, dengan adanya dugaan kebocoran tersebut, maka pihak ketiga dan PPK pada 7 proyek atau kegiatan yang ada di Bidang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Dinas Pendidikan dan Kebudayan Provinsi Maluku, juga menyalahi Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, sebagaimana telah di rubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, dimana pada Pasal 17 ayat (2), yang menyatakan penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertangungjwab atas pelaksanaan kontrak, kualitas barang/jasa, ketepatan perhitungan jumlah atau volume, ketepatan waktu penyerahan dan ketepatan tempat penyerahan.
Selain itu, PPK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, kabarnya tidak melakukan pemeriksan terhadap barang/jasa yang diserahkan usai dikerjakan, dimana ini sudah bertentangan dengan Pasal 57 ayat (3) pada Peraturan Presiden tersebut, yang menyatakan PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan.
Selain itu, permasalahan tersebut juga terjadi dikarenakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku saat itu, tidak melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan kontrak, selain PPK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang tidak tertib dalam mengendalikan pelaksanaan kontrak yang menjadi tangungjawabnya.
Enggan Setor Kembali Kekurangan Nilai Pekerjaan
Hingga berita ini diturunkan, para penyedia dari proyek-proyek yang terindikasi bermasalah tersebut, dikabarkan enggan melakukan penyetoran kembali atas kekurangan volume pekerjaan ke kas daerah.
Kabarnya, malasnya penyetoran kembali tersebut diduga dikarenakan penyedia merasa telah memberikan kontribusi/fee ke Kepala Bidang SMK saat itu.
“Ini sudah jadi rahasia umum di internal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, dimana para pihak ketiga yang melaksanakan pekerjaan fisik, wajib memberikan fee bagi kepala bidang yang membawahi kegiatan-kegiatan di bidangnya,” ujar sumber tersebut.
Untuk itu, Aparat Penegak Hukum (APH) di Maluku perlu menindaklanjuti persoalan ini dengan melakukan penelusuran lebih lanjut, dikarenakan walaupun indikasi nilai kerugian nya kecil, namun yang namanya ada indikasi kerugian keuangan daerah, wajib untuk ditindaklanjuti. (BM-01)
