oleh

22 UPI di Maluku Kesulitan Pasokan Ikan

Ambon, BM – Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi kepulauan terbesar di Indonesia, dengan luas laut 92,4 persen, dan daratan hanya 7,6 persen.

Dengan wilayah laut yang begitu luas, Maluku menjadi daerah penghasil perikanan terbesar di Indonesia, dimana 26,4 persen potensi perikanan nasional berasal dari Maluku dengan estimasi 1,72 juta ton per tahun.

Kekayaan laut yang dimiliki Maluku membuat perusahaan perikanan, baik itu lokal maupun internasional berbondong-bondong datang menguras ikan di tiga wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang ada di laut Maluku, yaitu WPP 714 Laut Banda, WPP 715 Laut Seram, dan WPP 718 Laut Arafura.

Hal ini tentu berdampak buruk, terutama nelayan lokal dari sisi pendapatan, karena kalah saing.

Bahkan saat ini, kapal ikan diatas 30 GT yang sebelumnya hanya beroperasi diatas 12 mil sesuai, kini telah beroperasi di perairan 0-12 mil.

Hal ini merujuk Peraturan Menteri Kelautan dam Perikanan nomor 18 tahun 2021 tentang penempatan alat penangkapan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP).

“Jadi kita punya nelayan 10 GT batasnya 0-12 mil. Sekarang 30 GT sudah bisa masuk kedalam, akhirnya bertabrakan dengan nelayan kecil,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Ruslan Hurasan kepada wartawan, Senin (06/02/2023) di Ambon.

Ia menilai, Kebijakan yang dikeluarkan Menteri Perikanan dan Kelautan RI, merupakan upaya perampokan terhadap hasil laut Maluku, karena telah bertentangan dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 pasal 27, yaitu kewenangan pengelolaan laut untuk Pemerintah Provinsi adalah 0-12 mil.

“Nelayan 10 GT tersebut kan kewenangan provinsi, tetapi dengan adanya keputusan Menteri Perikanan, mengisyaratkan 30 GT sudah bisa ambil sampai 12 mil ke permukaan laut. Akhirnya terjadi konflik dengan nelayan daerah. Jadi Pemerintah Pusat sudah mulai rampok,” tandasnya.

Selain itu, lanjutnya, kebijakan yang dikeluarkan Menteri Perikanan telah berdampak bagi pasokan ikan pada 22 unit pengelolaan ikan yang beroperasi WPP 714 dan 715 di Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, maupun Kabupaten Buru.

“22 unit yang kita punya, saat ini sudah tidak beroperasi lagi, karena kebijakan Menteri Perikanan sudah masuk sampai di wilayah perikanan kecil. Kemudian pemprov tidak batasi lagi karena izin kapal itu dari Pemerintah Pusat, dimana daerah hanya 0-12 mil,” tuturnya.

Dari sisi pengawasan, Hurasan mengaku, Pemprov Maluku telah mendapatkan 2 unit kapal pengawas dari Pemerintah Pusat. Hanya saja tidak disertai dengan biaya operasional.

“Memang mereka (pemerintah pusat) sengaja kasi kewenangan pengawasan, tapi tidak ada dana. Karena mereka tahu daerah ini tidak mampu. Kalau daereah mampu melakukan pengawsasan pasti kedapatan dilaut. Kepala Dinas Perikanan pernah katakan kita punya kapal pengawas kalau dia keliling kita bisa tangkap semua kapal-kapal diluar,” pungkasnya. (BM-03)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *